About Me

Foto saya
Loves Fam, Loves M Harris Syaputra, Loves Friends.

Kamis, 02 September 2010

Sepucuk Surat

02 September 2010

Kepada yang tersayang, M Harris Syaputra

Tampaknya air mata harus ku keluarkan lagi, dengan bercucuran seperti biasanya.
Entah apa yang membuatku "gemar" mengeluarkan air yang menganak sungai itu.
Dan sekali lagi, kau tidak menyadarinya.
Terlebih, kau tidak perduli padaku.


Terserah apa kata orang.
Terserah apa pendapat orang di ujung dunia sekalipun.
Aku tidak akan peduli.
Aku hanya peduli, sampai kapan kau bisa memperhatikanku?

Beratus-ratus kata-kata sudah ku keluarkan.
Berliter air mata sudah ku keluarkan pula.
1 lusin tissue (bahkan lebih) sudah ku pergunakan.
Dan yang lebih aku pergunakan ialah

"Hati yang kupergunakan untuk lebih bisa mengerti akan dirimu"

Tampaknya aku gagal.
Ya, aku orang yang munafik.
Teringat pada suatu hari kau berkata

"Akhirnya cewe ku bisa mengerti aku"

Bohong! Itu bukan aku!
Itu memang diriku, tetapi bukan sanubariku.

Tampaknya di saat aku menulis ini pun sepertinya kau tidak akan pernah sadar.
Berapa kali aku harus menangis?
Dan berapa kali pula aku harus menanggung semua ini?
Beban yang tak kunjung selesai.
Beban kita.

Aku bukan seseorang yang bisa kamu anggap dewasa.
Dan aku hanya berharap kamu bisa mengerti keadaanku ini.
Aku tidak menuntut lebih, selain
PERHATIANMU

Aku merasa sendiri, padahal kau selalu ada di dalam hatiku.
Aku merasa aku bukanlah kekasihmu.
Aku merasa hanya pajangan dalam hatimu.
Karena kamu tidak pernah sekalipun perduli padaku.

Aku bukan peramal yang bisa menebak akan dirimu.
SEKALI LAGI
Aku bukanlah seseorang yang bisa menebak sanubarimu.
Aku hanya anak kecil seperti yang kamu bilang, yang sedang berproses untuk masa transisi.

Semua orang beranggapan bahwa aku beban buatmu.
Aku terlalu membebanimu.
Dan aku tidak pernah bisa mengerti akan dirimu.

Tapi lihatlah aku.
Lihat melalui mata hatimu.
Terlalu lemahkah aku selama ini?
Dan aku selalu berusaha menahan air mata karenamu.

Hargai aku dengan segala usahaku.
Jangan pernah memandang aku hanya sebelah mata.
Jangan pandang aku melalui keegoisanmu.
Pandanglah aku sebagaimana aku memandang dirimu.
Yang selalu baik sebagaimanapun dirimu terhadapku.

Aku memang hakim untukmu
Jaksa yang banyak mau.
Pengacara yang menuntut hak.
Tetapi sebagaimana hak yang harus aku dapatkan.

Aku lelah untuk semua ini.
Dan aku berharap kamu mau untuk menerima semua kekesalanku.
Lihatlah aku disini, jangan pernah melihat ke orang lain.
Lihat bagaimana air mata ini kembali mengalir untukmu.

Aku BOSAN. SANGAT BOSAN.
Dan terlalu bosan sehingga aku muak dengan ini semua.
Aku harus mengubur perasaanku kembali.
Dan aku harus berkorban untuk menstabilkan emosiku.

"Tidakkah kau pikir itu terlampau sulit buatku?"

"Bayangkan hatiku ini seperti tembok yang kokoh dan keras. Di saat kau membuatku menangis, bayangkan kau menancapkan satu buah paku dengan dorongan palu hampir 1000x. Setiap kau membuatku menangis, paku itu akan melubangi tembok itu. Hingga akhirnya tembok ini akan hancur, dan tidak ada tempat untuk mengukir paku itu. Bayangkan itu sebagai hatiku. Dikala hatiku terlampau remuk, masih adakah sisa yang akan kuberi dalam sanubariku untukmu? Pikirkan itu dengan seksama, dan jangan pernah meremehkan aku sebagai perempuan yang lemah."