Seandainya..
Seandainya dan seandainya..
Seandainya kau mengerti dan memahami perasaanku.
Sulit ku akui.
Sulit sekali bagiku untuk mengerti.
Aku harus menunggu sebuah kepastian.
Dan dengan menunggu itu aku harus mencoba.
Mencoba mengikutimu yang pasrah terhadap waktu.
Kita sama-sama tak tahu kemana arah akan membawa.
Dan dengan tenang kau melewatinya.
Aku tahu ketenanganmu hanya kamuflase belaka.
Terlebih aku, aku hanya berharap diberikan sebuah ketenangan.
Aku belum paham apa keinginanmu.
Terlebih aku harus menahan egoku.
Menahan ego yang sejujurnya aku tak tahu untuk apa.
Semua berdasarkan perasaanku.
Rasa putus asa selalu hadir.
Entah mengapa seperti tak akan ada kesempatan untukku tersenyum dengan bebas.
Senyumku harus selalu tertahan.
Selama keputusan yang sebenarnya belum terjadi.
Sejujurnya rasa amarahku memuncak.
Memuncak sekali!
Jikalau kau mengerti apa yang aku perbuat selama ini demi kau,
Rasanya aku malu apabila aku bertukar posisi denganmu
Sudahlah.
Sudah tak ada yang bisa diperbuat.
Pengandaianku hanya akan tetap menjadi pengandaian.
Dan semua perasaanku harus tetap tertahan.
Apakah aku harus menjadi orang yang pintar bersandiwara?
Atau lebih tepatnya jika aku bisa pulang ke masa lalu.
Aku memilih untuk tidak menjadi salah satu yang paling kau sayangi.
Karena aku tahu, aku membebanimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar